Diduga SP3 Hasil Penyidikan Polres Kota Bekasi sangat Bobrok , Dr. Manotar Tampubolon minta gelar ulang
Newslaskar, Bekasi - Dr. Manotar Tampubolon, S.H., M.A., M.H., seorang advokat senior, secara resmi mengajukan permohonan gelar perkara ulang kepada Direktorat Pengawasan Penyidikan Polda Metro Jaya. Permohonan ini diajukan dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum dari Poltak Bernard Sihombing, seorang pelapor yang merasa proses penyelidikan atas laporan polisi yang diajukannya telah mengalami kejanggalan serius.
Permohonan gelar perkara ulang ini berangkat dari ketidakpuasan atas penghentian penyelidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: 566/K/II/2023/SPKT/Restro Bekasi Kota, tertanggal 24 Februari 2023. Laporan tersebut sebelumnya ditangani oleh penyidik dari Polrestro Bekasi Kota, yakni KOMPOL Dedi Iskandar, S.H., M.H. (NRP 68120022), dan BRIPKA Putu Suherman dari Unit Harda. Namun, proses penyelidikan tersebut berujung pada dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) tanpa pemberitahuan resmi kepada pelapor.
Dugaan Pelanggaran Prosedural
Dalam permohonannya yang tertanggal 21 Juni 2025, Dr. Manotar memaparkan secara rinci dugaan pelanggaran prosedur yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian. Menurutnya, penghentian perkara dilakukan tanpa melalui mekanisme pembuktian yang utuh dan transparan. Setidaknya terdapat empat poin penting yang menjadi dasar keberatan pihak pelapor:
1. Ketidakprofesionalan Penanganan
Penyidik dinilai tidak menjalankan tugasnya secara profesional karena tidak memeriksa saksi-saksi kunci dan mengabaikan bukti-bukti yang diajukan oleh pelapor. Bukti tambahan yang disampaikan juga tidak mendapat tanggapan yang layak atau tindak lanjut yang memadai.
2. Kurangnya Transparansi Informasi
Klien tidak memperoleh SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil (Penyidikan) sebagaimana mestinya. Bahkan, diketahui bahwa surat-surat terkait proses hukum tersebut dikirimkan ke alamat yang keliru. Kesalahan pengiriman ini berujung pada keterlambatan informasi kepada pelapor dan mengaburkan proses klarifikasi atau keberatan yang dapat diajukan tepat waktu.
3. Penghentian Penyelidikan Tanpa Dasar yang Jelas
Penerbitan SP3 dilakukan tanpa permintaan bukti tambahan atau konfirmasi kepada pelapor. Padahal, substansi perkara belum diungkap sepenuhnya, dan masih terdapat banyak celah yang layak digali lebih dalam oleh penyidik.
4. Kesalahan Administratif Serius
Penyidik juga diduga melakukan kesalahan dalam penulisan nomor laporan polisi serta mencantumkan alamat pelapor secara tidak akurat. Hal ini bukan hanya menjadi masalah administratif, tetapi juga berimplikasi langsung pada keabsahan komunikasi proses hukum dan dapat mengaburkan substansi kasus.
Menurut Dr. Manotar, rangkaian prosedur yang tidak sesuai tersebut telah mencederai prinsip-prinsip dasar penyidikan sebagaimana diatur dalam beberapa instrumen hukum dan etik profesi kepolisian:
1) Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, yang mewajibkan setiap penyidik untuk bertindak profesional, akuntabel, dan menghormati hak masyarakat dalam proses hukum.
2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian.
3) Prinsip Due Process of Law dalam sistem peradilan pidana yang menuntut setiap proses hukum berjalan sesuai prosedur demi keadilan substantif.
Permintaan Gelar Perkara Ulang
Dr. Manotar menyampaikan bahwa pihaknya secara resmi meminta kepada Direktorat
Pengawasan Penyidikan Polda Metro Jaya untuk:
1. Melaksanakan gelar perkara ulang secara terbuka dan akuntabel, serta melibatkan unsur pengawasan internal dan pelapor sebagai korban utama dalam perkara.
2. Melakukan peninjauan kembali terhadap dasar penghentian perkara, termasuk mengevaluasi seluruh bukti yang telah dan belum dipertimbangkan oleh penyidik sebelumnya.
3. Mengambil langkah korektif dan penegakan etik terhadap oknum penyidik yang terbukti melakukan penyimpangan prosedur, demi menjaga integritas institusi kepolisian. Sebagai bentuk keseriusan dalam upaya hukum ini, tim kuasa hukum telah menyampaikan pengaduan resmi kepada PROPAM Mabes Polri dengan Nomor Registrasi: SPSP2/002567/VI/2025/BAGYANDUAN. Selain itu, mereka juga menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan seluruh dokumen pendukung, termasuk bukti komunikasi, surat-menyurat, serta menghadirkan saksi-saksi dalam forum gelar perkara yang akan digelar.
Dalam wawancara singkat, Dr. Manotar menyatakan: “Ini bukan hanya soal kasus klien saya. Ini soal hak setiap warga negara untuk mendapat perlakuan adil dan transparan dari lembaga penegak hukum. Bila hal seperti ini dibiarkan, akan muncul preseden buruk bahwa penyidikan bisa dihentikan sepihak tanpa pembuktian yang utuh.”
Surat permohonan gelar perkara ulang yang diajukan oleh Dr. Manotar Tampubolon menyoroti pentingnya akuntabilitas dalam setiap tahapan penanganan perkara pidana. Permintaan ini bukan hanya menyangkut satu kasus, tetapi juga mencerminkan upaya kolektif untuk menjaga marwah institusi kepolisian agar tetap menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.
Dengan langkah hukum yang ditempuh secara sah dan argumentatif, diharapkan institusi Polri, khususnya Subdit Wasidik, dapat menanggapi laporan ini secara objektif dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Masyarakat pun menanti, apakah keadilan hanya menjadi jargon, atau benar-benar ditegakkan dalam praktiknya.
(Yanso)